Jumat, 18 Januari 2013

Belajarlah Sampai ke Kota Efesus

Asal mula kota Efesus tidak ada yang tahu, namun kira-kira 1000 tahun SM kota ini didiami oleh orang-orang Ionia ( Menurut mitologi Yunani, orang Ionia adalah satu dari tiga aliran besar keturunan dari nenek moyang orang Yunani / wikibooks.org), kemudian pada abad 8 SM kota ini berkembang menjadi kota bertaraf internasional.

A.  Geografis Efesus:


Kota Efesus kuno terletak 3 mil dari pantai ditepi sungai Kayster yang saat itu dapat dilayari, kota ini pun dikelilingi oleh kota-kota penting disekitarnya, karena itu kota Efesus dikenal sebagai kota pelabuhan dengan pelabuhan terbesar di Asia Kecil dan tujuan perdagangan pada jamannya.  Jalan raya dari timur seperti Kolose dan Laodikia melewati kota Efesus, demikian juga seperti selatan. Posisi kota ini sangat strategis, sehingga dijadikan pusat perdagangan dan perniagaan.

Kota ini amat sangat kaya di Asia Kecil. Bahasa yang mempersatukan di kekaisaran ini hanya dengan satu bahasa saja, yaitu bahasa “koine” bahasa Yunani, sehingga kekristenan dapat dengan segera berkembang dan tersebar. (Lenis Kogoya blogg)

B.  Ekonomi & Sosial kota Efesus:
Melihat fakta ini maka sudah dapat dipastikan bagaimana hiruk-pikuk dan bagaimana sibuknya kota Efesus yang berdampak pada meningkatnya perekonomian penghuninya. seperti bagaimana biasanya, sudah tentu banyak orang-orang dari daerah-daerah sekitar berdatangan ke kota ini dengan impian yang muluk-muluk.


Tempat ini dikenal sebagai "Square Agora" dengan toko-toko yang melengkung. Pasar ini terletak dekat dengan pelabuhan. sangat mungkin bahwa Rasul Paulus pernah berjualan ditempat ini bersama Priskila dan Akwila.


Ini adalah teras rumah seorang kaya penduduk Efesus yang masih dapat disaksikan. diperkirakan rumah ini masih dihuni sampai pada abad ke 7 AD.


Ini adalah Teater yang dibangun pada abad ke 3 periode Helenistik. bangunan bertingkat tiga dengan tinggi 18 meter memiliki kapasitas 25.000 kursi. dibangun tidak hanya memperhitungkan aspek visual tetapi juga aspek audionya, sehingga orang yang duduk dikursi atas tetap dapat mendengarkan dengan baik apa yang sedang dipertunjukkan dibawah.  Teater tidak hanya digunakan untuk konser dan drama, tetapi juga untuk agama, diskusi politik dan filosofis dan untuk gladiator dan perkelahian hewan.


Ini adalah Perpustakaan Celsus, memiliki dua belas ribu koleksi buku yang berupa gulungan kertas papirus. ini adalah perpustakaan ketiga terbesar di dunia pada masa itu, setelah perpustakaan di Alexandria dan di Pergamon (Bergama, Turki sekarang).


 Ini adalah salah satu dari tiga jalan utama Efesus antara Gerbang Hercules sampai ke Library.


C.  Agama Kepercayaan Orang Efesus:

ini adalah Patung Dewi Artemis yang merupakan disembah secara fanatik oleh penduduk Efesus.
Ini adalah kuil Artemis.

Tempat yang terkenal di Efesus adalah kuil dewi Artemis yang mahabesar. Dewi Artemis adalah dewi orang-orang Efesus yang kemudian disamakan dengan dewi Artemis orang Yunani dan Diana dari Romawi. Patungnya berupa sebuah tubuh yang berbuah dada banyak dan berkepala seorang wanita, dengan sebongkah batu besar sebagai ganti kaki. Kuil yang pertama mungkin dibangun sekitar abad yang keenam SM, tetapi belum selesai hingga tahun 400 SM. Ia dibakar sampai rata ke tanah pada tahun 356 SM dan digantikan oleh bangunan yang lebih baru dan lebih besar, 425 kaki kali 225 kaki, yang disokong oleh sumbangan dari seluruh Asia. Ia dianggap sebagai salah satu keajaiban dunia dan dikunjungi oleh banyak peziarah yang akan beribadat dalam tempat pemujaannya.

Kuil ini bukan hanya merupakan pusat pemujaan saja, tetapi karena tanah dan ruangan-ruangannya dianggap suci dan tidak boleh dicemari, ia juga merupakan tempat perlindungan bagi kaum yang tertindas dan tempat penyimpanan harta.

Suatu gambaran kasar dari kuil ini terlukis pada mata uang Efesus, disertai sebutan yang digunakan dalam Kisah Para Rasul bagi kota ini, NEOKOROS, atau kota yang memelihara kuil dewi Artemis (19:35). Berbeda dengan kebanyakan orang yang terjebak dalam rutinitas ibadahnya, penduduk Asia dan Efesus khususnya menunjukkan pengabdian yang nyaris fanatik terhadap dewi Artemis. Kegairahan mereka tercermin dalam perbuatan orang banyak di gedung kesenian, yang selama dua jam penuh meneriakkan 'Besarlah Artemis dewi orang Efesus" (19:34).  (www.sarapanpagi.org).


D.  Pemerintahan  & Politik Kota Efesus:  
Efesus dahulu disebut dengan "kota utama dari Asia" menunjukkan bahwa secara politis kota Efesus adalah kota penting.  Kota ini juga disebut sebagai "kota merdeka" atau kota yang bebas dalam menjalankan pemerintahannya sendiri.  Tidak ada tentara Romawi di sana.  Kekuasaan tertinggi dipegang oleh sidang rakyat yang diselenggarakan secara resmi (19:39), sedang para pemimpin atau senat kota itu berfungsi sebagai badan pembuat undang-undang. Sekretaris kota atau "panitera kota" adalah pejabat yang bertanggung jawab: ia bertugas memelihara pembukuan dan mengajukan permasalahan kepada sidang rakyat. Gubernur Romawi hanya sewaktu-waktu berkunjung ke kota ini untuk menghakimi perkara-perkara besar.  Pengaruh kaum buruh juga kuat, karena serikat buruh tukang peraklah yang mengajukan protes bahwa ajaran Paulus telah mengancam kelangsungan hidup usaha mereka membuat cinderamata keagamaan berupa kuil-kuil dewi Artemis dari perak.








Rabu, 16 Januari 2013

Anjing Setia

 Anjing Ini ke Gereja Tiap Hari, Menanti Tuannya yang Meninggal 
Anjing bernama Tommy dan tuannya bernama Maria setiap hari berjalan kaki bersama ke gereja. Di gereja pastor mengizinkan anjing itu duduk di dekat kaki Maria. Setelah tuannya meninggal, anjing masih rutin datang ke gereja dan duduk di dekat altar.

ROMA, KOMPAS.com - Seekor anjing bersedih dan sangat kehilangan tuannya yang telah  meninggal dunia dua bulan lalu. Anjing bernama Tommy itu rutin menghadiri misa di sebuah gereja di Italia. Di gereja itulah tuanya, seorang perempuan, disemayamkan sebelum dikuburkan. Tampaknya Tommy menunggu kepulangan tuannya di situ.

Tommy yang setia itu merupakan anjing Gembala Jerman dan berusia tujuh tahun. Anjing itu milik Maria Margherita Lochi, 57 tahun, dan telah menjadi teman setia perempuan tersebut setelah Tommy diadopsi. Maria menemukan Tommy ditelantarkan di ladang dekat rumahnya.

Maria mengadopsi beberapa binatang terlantar yang ia temukan tetapi teman-temannya mengatakan, perempuan itu membangun sebuah hubungan yang sangat dekat dengan Tommy. Ia biasa berjalan kaki setiap hari dari rumahnya ke gereja bersama anjing itu.

Pastor di gereja itu mengizinkan Tommy duduk dengan sabar di dekat kaki tuannya di dalam gereja. Setelah kematian Maria di San Donaci dekat Brindisi, misa khusus untuk orang meninggal digelar dan Tommy bergabung dengan para pelayat. Sejak itu Tommy hadir secara rutin di gereja itu dan tiba tepat waktu saat lonceng berbunyi untuk menandai misa dimulai.

Pastor Donato Panna, sebagaimana dikutip Mail Online, Rabu (16/1), mengatakan, "Anjing itu berada di sana setiap kali saya merayakan misa dan selalu berperilaku baik. Anjing tersebut tidak berisik. Saya tidak mendengar sekali pun anjing itu mengonggong sepanjang berada di dalam (gereja). Anjing itu dulu biasa datang misa bersama Maria dan anjing itu jelas berbakti padanya. Saya membolehkannya tinggal di dalam (gereja) karena anjing itu selalu berperilaku sangat baik dan tidak ada umat lain yang mengeluh kepada saya. Anjing itu masih datang misa bahkan setelah pemakaman Maria, anjing tersebut menunggu dengan sabar di sisi altar dan hanya duduk tenang di sana. Saya tidak tega mengusirnya. Saya baru saja kehilangan anjing saya sendiri sehingga saya membiarkannya di sana sampai selesai misa dan kemudian saya mengarahkannya keluar."

"Sekarang Tommy sudah diadopsi oleh semua orang di desa dan anjing itu menjadi teman semua orang. Semua orang memperhatikan anjing itu dan memberi makanan untuknya, meskipun akan bagus baginya jika menemukan sebuah rumah yang tepat."

Kisah Tommy mirip dengan film Hollywood tahun 2009 yang berjudul Hachi yang dibintangi Richard Gere. Film itu menceritakan bagaimana anjing jenis Akita yang setia menunggu dengan sabar tuannya yang telah meninggal hingga anjing itu juga kemudian mati.

Film tersebut berdasarkan kisah nyata tentang seekor anjing Akita Jepang yang dipanggil Hachiko, yang pemiliknya meninggal tahun 1925. Namun selama sembilan tahun berikutnya Hachiko menunggu dengan sabar tuannya itu di sebuah stasiun kereta api di mana mereka biasanya secara rutin naik kereta api.
 
Sumber :
Editor :
Egidius Patnistik